Mataram NTB - Kepolisian Resor Kota Mataram Polda NTB masih mendalami kasus penyebaran kabar bohong atau hoaks foto korban pemanahan yang menyebut kejadian di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Polisi menggandeng ahli untuk menganalisa kasus tersebut.
Kapolresta Mataram Kombes Pol Heri Wahyudi SIK MM menerangkan saat Konferensi Pers, Jumat (27/05), kasus Hoaks sementara dalam penyelidikan lebih lanjut dan akan melibatkan saksi ahli untuk pengembangan, ucapnya.
Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa ST SIK saat mendampingi Kapolresta Mataram menambahkan bahwa jadi untuk melihat mens rea (niat jahat) atau perbuatan pidana dari kasus ini, akan melibatkan saksi ahli. Sudah kami mintakan dan sekarang dalam proses analisa, " katanya
Dia menyampaikan, keterangan para ahli nantinya akan menjadi salah satu materi gelar perkara. Apakah nantinya kasus ini naik ke tahap penyidikan atau dihentikan, itu tergantung dari hasil gelar perkara.
Kalau dirasa sudah cukup barang bukti dan unsur pasal yang kami terapkan sudah terpenuhi, kami akan langsung gelar perkara untuk tentukan status kedua pelaku, " ujarnya.
Untuk sementara, lanjut Kadek Adi, kedua pelaku yang terlibat dalam penyebaran hoaks foto korban pemanahan berinisial EH dan W kini dikenakan wajib lapor.
"Jadi tidak kami tahan, kami kenakan wajib lapor sampai nanti kasusnya digelar, " ucap dia.
Kasus ini masuk dalam penanganan kepolisian usai menemukan unggahan EH dengan akun media sosial Facebook pribadinya bernama Esan Nase, yang memajang foto-foto korban pemanahan.
Dalam unggahan tersebut, EH turut mencantumkan kalimat yang akibatnya membuat masyarakat resah.
Dari penelusuran kepolisian melalui Pasukan Dunia Maya (Cyber Troops) menangkap EH. Dari hasil pemeriksaan terungkap bahwa foto tersebut berasal dari cuplikan status WhatsApp milik rekannya berinisial W.
Keduanya menjalani pemeriksaan intensif oleh kepolisian. Dari kasus ini, telepon pintar milik kedua pelaku beserta salinan cuplikan unggahan foto-foto korban pemanahan dari akun Facebook EH turut disita.
Dari kasus ini, kedua pelaku terindikasi melanggar Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan Ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Selain Undang-Undang ITE, perbuatan kedua pelaku mengarah pada pelanggaran pidana Pasal 14 ayat 1 dan 2 Undang-Undang RI Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur tentang sangkaan pidana penyebar berita bohong.(Adb)